Sebelum Kenal Lebih Dekat dengan Kartini, Pahami DNA Perempuan Indonesia Dulu - lifestyle Cantika.com

Advertisement
Advertisement
Advertisement

Sebelum Kenal Lebih Dekat dengan Kartini, Pahami DNA Perempuan Indonesia Dulu

foto-reporter

Reporter

google-image
Ilustrasi perempuan percaya diri dan independen. Foto: Freepik

Ilustrasi perempuan percaya diri dan independen. Foto: Freepik

Advertisement

CANTIKA.COM, Jakarta - Sebelum mengglorifikasi sosok Raden Ajeng Kartini atau Kartini yang hari lahirnya diperingati setiap tanggal 21 April, ada baiknya perempuan mesti mengenal dulu DNA-nya. Deoxyribonucleic Acid atau dalam bahasa Indonesia Asam Deoksiribonukleat yang menunjukkan jejak awal DNA perempuan pertama kali ada di Bone, Sulawesi, sebelum akhirnya perempuan berada di wilayah Nusantara. 

Penuturan tersebut disampaikan dengan lugas oleh aktivis perempuan, Debra Yatim dalam diskusi bertema DNA Perempuan Indonesia, Minggu, 20 April 2025 di Jakarta Timur yang dihelat Komunitas Membaca Raden Saleh. Debra mengajak kita, khususnya perempuan untuk kembali mengenal DNA-nya atau ciri khas yang menempel lekat. Apa saja? 

Feminis dan aktivis perempuan, Debra Yatim saat menjadi pembicara diskusi DNA Perempuan Indonesia yang digelar komunitas Membaca Raden Saleh di Jakarta, Minggu, 20 April 2025/Foto: Nurina Malinda

Pertama, menenun atau menciptakan kain, kedua yakni menyukai non-monokultur atau keberagaman, dan ketiga tidak menempel identitas kepada laki-laki sebab secara matrilineal, anak Indonesia tidak ada kewajiban menyertakan nama ayah. "Tentu saja bukan berkonde, berkebaya atau berkain seperti yang kita kenal selama ini, karena atribusi itu hanya ada di tiga pulau di Indonesia yakni Jawa, Madura, dan Bali," ucapnya. 

Lantas, apa sebenarnya DNA perempuan Indonesia? Salah satu pendiri Kalyanamitra ini mengatakan perempuan tidak apolitis, menyukai politik praktis, aktif dalam berbagai bidang, dan tidak hanya bergerak di ranah domestik. Namun, sayangnya sistem dan regulasi di Indonesia justru kerap mencederai makna DNA perempuan. 

"Mulai dari minimnya kesempatan menjadi pemimpin, sebegai contoh dari 1461 menteri di Indonesia hanya 46 menteri perempuan yang pernah menjabat, pelekatan nama suami di belakang nama perempuan, bahkan sampai administrasi tertulis bahwa kepala keluarga adalah laki-laki sementara perempuan apa pun pekerjaan dan latar belakangnya ditulis sebagai ibu rumah tangga," papar Debra. 

Diskusi DNA Perempuan Indonesia yang digelar komunitas Membaca Raden Saleh di Jakarta, Minggu, 20 April 2025/Foto: Nurina Malinda

Kondisi tersebut juga dikuatkan dalam Dharma Wanita yang isinya sangat patriarki yakni Wanita sebagai Istri Pendamping Suami; Wanita sebagai Ibu Pengelola Rumah Tangga; Wanita sebagai Penerus Keturunan dan Pendidikan Anak; Wanita sebagai Pencari Nafkah Tambahan; dan Wanita sebagai Warga Negara dan Anggota Masyarakat. "Bayangkan peran perempuan sebagai warga negara diletakkan paling akhir," imbuh Debra.

Lantas, apa yang bisa dilakukan? Debra mengatakan agar menjadi perempuan mandiri, berdaya, bicara, tahu apa yang bisa dilakukan, dan tidak melulu memuja sosok atau figur perempuan. "Seperti diketahui Kartini tidak mendeklarasikan sebagai feminis, masyarakat-lah yang mengglorifikasi Kartini sebagai tokoh emansispasi, terpenting bersama-sama menjalin ruang yang aman bagi perempuan," pungkasnya. 

Pilihan Editor: Mengulik Surat-surat Kartini yang Menginspirasi, dari Topik Agama hingga Pendidikan

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Advertisement

Recommended Article

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."
Advertisement