CANTIKA.COM, Jakarta - Generasi Z pernah digadang-gadang menjadi generasi paling sukses, progresif, dan beragam hingga saat ini. Sayangnya, generasi ini dengan cepat mencapai titik terendah karena kesehatan mental mereka semakin memburuk. Menurut sebuah studi terbaru, sekitar delapan dari sepuluh Gen Z merasa kesepian dalam dua belas bulan terakhir.
Banyak ahli percaya bahwa alasan Gen Z merasa kesepian adalah karena mereka terlalu sering online, tetapi ada banyak alasan lain mengapa Gen Z tidak memiliki teman yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan teknologi. Kemampuan Gen Z untuk terhubung dengan orang lain lebih berkaitan dengan aspek lain dalam hidup mereka daripada sekadar perangkat yang mereka gunakan.
Berikut 11 alasan mengapa Gen Z tidak memiliki teman in real life
1. Mereka terlalu lelah karena pekerjaan
Ada anggapan bahwa Gen Z adalah generasi pemalas yang "tidak bekerja cukup keras." Namun, mengingat betapa sulitnya perekonomian saat ini dan bagaimana Gen Z tetap bertahan meskipun banyak tantangan, beberapa orang justru berpendapat bahwa Gen Z bekerja terlalu keras.
Dari melamar ratusan pekerjaan, membayar cicilan rumah untuk apartemen kecil, hingga bekerja lembur untuk memenuhi kebutuhan, tak heran survei tahun 2023 dari American Psychological Association menemukan bahwa usia 18-34 tahun mengalami tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Setelah menghabiskan waktu berjam-jam di kantor, terasa sangat melelahkan untuk pulang dan berinteraksi dengan keluarga, apalagi teman.
Namun, menemukan cara untuk menyeimbangkan jadwal tetap penting untuk menjaga persahabatan. Meskipun lelah, mengatur ulang jadwal dan menyisihkan waktu untuk orang terdekat sangat bermanfaat bagi kesehatan mental. Sebuah studi yang diterbitkan di American Journal of Psychiatry menunjukkan bahwa mereka yang memiliki teman dekat cenderung merasa lebih puas dengan hidup dan lebih sedikit mengalami depresi dibandingkan mereka yang tidak memiliki teman sama sekali.
2. Mereka terlalu sibuk dengan hubungan romantis
Banyak orang pernah kehilangan teman karena hubungan romantis. Dua orang bisa berteman selama bertahun-tahun, tetapi semua kenangan itu seakan menghilang begitu salah satu dari mereka memiliki pasangan. Gen Z sering kali begitu terfokus pada hubungan romantis mereka sehingga mereka tidak lagi membalas pesan atau berusaha untuk bertemu dengan teman-temannya. Namun, sering kali mereka akan kembali setelah hubungan romantisnya berakhir. Sayangnya, pada saat itu, mungkin sudah terlambat karena teman-teman mereka sudah merasa ditinggalkan.
3. Meningkatnya sikap individualisme
Zaman telah berubah sejak generasi sebelumnya. Meskipun generasi sebelumnya menghargai individualisme, mereka tetap mempertahankan nilai-nilai kebersamaan.
Namun, Gen Z lebih mengutamakan individualisme sepenuhnya, yang bisa menjadi pedang bermata dua. Sebuah studi di Psychological Science menemukan bahwa masyarakat Amerika Utara semakin individualistik. Menurut Dr. Rob Whitley, “Individualisme yang berlebihan dapat menyebabkan isolasi, kesepian, dan keterasingan.”
Gen Z perlu menyeimbangkan individualisme dengan rasa kebersamaan. Menurut Monk Prayogshala Research Institution, menumbuhkan rasa kolektivisme dapat memperkuat kohesi sosial dan rasa tanggung jawab dalam budaya.
4. Mereka tidak punya cukup waktu untuk bertemu teman
Memasuki dunia kerja adalah pencapaian besar bagi Gen Z, tetapi salah satu dampak negatifnya adalah jadwal yang semakin padat. Banyak yang bekerja lembur demi mencapai kesuksesan, sehingga mereka hampir tidak punya waktu untuk beristirahat, apalagi bertemu teman.
Namun, menjaga persahabatan tetaplah penting. Dr. Kristen Fuller mengatakan, “Sisihkan waktu untuk membalas pesan, mengatur waktu untuk berbicara di telepon, atau bertemu untuk makan bersama.” Bahkan pertemuan singkat dapat menjadi perbedaan antara mempertahankan atau kehilangan teman.
5. Mereka kehilangan rasa kebersamaan
Gen Z adalah generasi yang paling sering berpindah tempat. Sebuah studi tahun 2023 menunjukkan bahwa 17 persen. Gen Z memilih untuk pindah dari kota asal mereka, dibandingkan dengan rata-rata nasional yang hanya 8 persen.
Karena sering berpindah, mereka kehilangan ikatan komunitas yang dulu mereka miliki. Namun, ini bukan berarti mereka harus memutus kontak sepenuhnya. Dengan sering mengunjungi, melakukan panggilan video, dan mengirim pesan secara berkala, mereka tetap bisa menjaga hubungan dengan teman dan keluarga.
Ilustrasi merayakan ulang tahun teman. Foto: Freepik.com
6. Mereka tidak tahu di mana bisa bertemu orang baru
Terkadang, hubungan pertemanan lama tidak lagi relevan, dan Gen Z harus mencari teman baru. Namun, mereka sering kali bingung tentang di mana bisa bertemu orang baru. Psikolog klinis Ahona Guha menyarankan untuk mempertimbangkan kedekatan lokasi, kesamaan minat, dan frekuensi pertemuan dalam membangun pertemanan. Mengikuti kelas fotografi, seni, gym, atau menghadiri acara sosial lokal bisa menjadi cara efektif untuk menemukan teman baru.
7. Mereka Tidak Tahu Cara Mengkomunikasikan Batasan dengan Efektif
Ketika membahas hubungan romantis, ada banyak perbincangan mengenai penetapan batasan dan komunikasi yang efektif. Dari memberikan waktu untuk menenangkan diri hingga mendengarkan saat orang lain berbicara, sebagian besar Gen Z memahami apa yang diperlukan agar suatu hubungan bisa berkembang.
Sayangnya, energi yang sama tidak diberikan dalam persahabatan mereka. Akibatnya, salah satu alasan mengapa Gen Z kesulitan memiliki teman—yang tidak ada hubungannya dengan teknologi—adalah karena mereka tidak tahu cara mengkomunikasikan batasan mereka dengan efektif.
Gen Z harus memahami bahwa teman-teman mereka bukanlah pembaca pikiran. Mereka tidak tahu bagaimana perasaan orang lain atau apakah tindakan mereka membuat sahabatnya merasa tidak nyaman. Meskipun seseorang mungkin berpikir bahwa tidak ada kesalahpahaman, penting untuk menyadari bahwa teman tidak memiliki pengetahuan yang sama seperti yang kita miliki.
Dari sudut pandang mereka, tindakan atau kata-kata mereka mungkin tidak dipandang dengan cara yang sama seperti orang lain memandangnya. Itulah mengapa Gen Z perlu berkomunikasi lebih baik dan mengatakan kepada teman mereka, “Hei, aku tidak merasa nyaman dengan ini.” Jika tidak, mereka tidak akan pernah tahu apa yang perlu diperbaiki atau diubah agar persahabatan berjalan lebih baik.
Konselor berlisensi Sharon Martin, DSW, LCSW, menyatakan bahwa batasan sangat penting dalam semua jenis hubungan, termasuk dengan keluarga, teman, dan pasangan. Dia menambahkan, “Tanpa batasan, kamu mungkin merasa tercekik dan tidak dapat mengekspresikan perasaan serta kebutuhanmu yang sebenarnya.”
Untuk menciptakan batasan yang lebih baik, seseorang harus fokus pada kebutuhannya sendiri, bersikap langsung dan spesifik, menggunakan nada yang netral, serta memilih waktu yang tepat. Selain itu, mempertimbangkan kebutuhan orang lain juga bisa membantu. Misalnya, jika seorang teman membutuhkan sentuhan fisik untuk merasa dicintai, kompromi bisa dilakukan dengan memberi tos.
Martin juga menambahkan, “Sadari bahwa kamu bukan satu-satunya yang berkompromi, dan pastikan kamu tidak mengorbankan hal yang paling penting bagimu. Orang yang suka menyenangkan orang lain cenderung menyerah daripada berkompromi, itulah sebabnya kita perlu memiliki batasan.”
8. Mereka Terlalu Cepat Memutus Hubungan dengan Orang Lain
Tren untuk memutus hubungan dengan seseorang saat mereka tidak lagi menjadi sumber ketenangan telah menjadi sesuatu yang berlebihan. Apa yang dulu merupakan saran baik untuk menjauhi orang-orang toksik kini telah berubah menjadi cara untuk menghindari tanggung jawab atau menghindari kerentanan.
Dulu, jika seseorang memiliki masalah dengan orang lain, mereka akan duduk bersama dan mendiskusikannya. Dengan membiarkan kedua belah pihak berbicara, mereka akhirnya bisa mencapai solusi dan menetapkan batasan baru. Sayangnya, era kecerdasan emosional kini telah lama berlalu, dan salah satu alasan utama mengapa Gen Z kesulitan memiliki teman—yang tidak ada hubungannya dengan teknologi—adalah karena mereka terlalu cepat memutus hubungan dengan orang lain.
Gen Z perlu memahami bahwa ada perbedaan antara memutus hubungan dengan orang toksik dan memutus hubungan hanya karena seseorang melakukan kesalahan. Suka atau tidak, teman-teman mereka pasti akan berbuat salah dan mungkin menyakiti mereka tanpa sengaja. Namun, gagasan untuk mengakhiri persahabatan hanya karena drama atau kesalahpahaman sulit diterima oleh generasi sebelumnya.
Seperti halnya pernikahan, persahabatan membutuhkan dedikasi dan kerja keras. Persahabatan juga membutuhkan pengampunan dan keberanian untuk menghadapi kenyataan yang tidak nyaman. Jika Gen Z tidak mau memaafkan atau mencoba memperbaiki hubungan, mereka seharusnya tidak terkejut ketika jumlah teman mereka semakin berkurang. Sebanyak mereka ingin memutus hubungan dengan orang lain, perilaku menghindar semacam ini lebih mencerminkan siapa diri mereka dibandingkan dengan siapa orang lain sebenarnya.
9. Mereka Lebih Rentan Mengalami Harga Diri yang Rendah
Sebagian besar Gen Z ingin melihat diri mereka sebagai generasi yang lebih cerdas secara emosional dan lebih percaya diri dibandingkan generasi lainnya. Namun, kenyataannya tidak demikian. Menurut American Psychological Association, sembilan dari sepuluh Gen Z melaporkan mengalami setidaknya satu gejala fisik atau emosional akibat stres. Selain itu, generasi ini lebih mungkin melaporkan kesehatan mental mereka dalam kondisi buruk atau biasa saja dibandingkan generasi lainnya.
Dengan mempertimbangkan semua itu, alasan lain mengapa Gen Z kesulitan memiliki teman—yang tidak ada hubungannya dengan teknologi—adalah karena mereka lebih rentan mengalami harga diri yang rendah. Dengan Gen Z yang sering kali mengeluh tentang betapa cemasnya mereka, tidak mengherankan jika kecemasan ini berdampak buruk pada rasa percaya diri mereka.
Sebuah studi pada tahun 2021 menemukan bahwa kecemasan memiliki hubungan yang kuat dengan harga diri yang rendah. Akibatnya, mereka yang memiliki harga diri rendah mungkin lebih sulit untuk menjalin pertemanan karena mereka takut dengan bagaimana mereka akan dipersepsikan oleh orang lain. Meskipun demikian, mengendalikan kecemasan tersebut dan bekerja sama dengan terapis untuk mengatasi masalah harga diri adalah satu-satunya cara agar Gen Z bisa berkembang dan lebih sukses dalam berteman.
Sebanyak apa pun tantangannya, terus-menerus hidup dalam kondisi kecemasan, kurang percaya diri, atau depresi tidak hanya merusak hubungan pertemanan mereka, tetapi juga berbahaya bagi kesehatan dan harapan hidup mereka secara keseluruhan.
10. Mereka Memiliki Pola Pikir ‘Saya Tidak Berutang Pada Siapa Pun’
Alasan lain mengapa Gen Z tidak memiliki banyak teman yang tidak ada hubungannya dengan teknologi adalah karena mereka memiliki pola pikir "Saya tidak berutang pada siapa pun." Jika seseorang sering berselancar di TikTok, mereka mungkin pernah mendengar pola pikir ini. Intinya, keyakinan ini menegaskan bahwa demi melindungi kesehatan mental Gen Z, mereka harus bisa memutus hubungan dengan orang lain tanpa memberikan penjelasan.
Meskipun terdengar baik, mari kita sebut ini apa adanya: sikap yang tidak sopan. Memang benar, tidak ada yang berutang persahabatan kepada siapa pun. Namun, menolak berkomunikasi dan langsung memutus hubungan dengan seseorang hanya karena alasan "melindungi kesehatan mental" tetaplah sikap yang tidak sopan, beracun, dan sejujurnya, kekanak-kanakan.
Menolak berkomunikasi dan tidak peduli dengan perasaan orang lain dapat membuat mereka merasa kesepian, terluka, dan bingung. Tanpa mengetahui kesalahan mereka, kebanyakan orang akan berasumsi yang terburuk. Semua stres dan kebingungan ini bisa berdampak buruk pada kesehatan mental seseorang jika Gen Z tidak berhati-hati.
Jadi, meskipun mereka tidak berutang persahabatan kepada siapa pun, Gen Z sebaiknya tetap menjaga sikap yang baik dan berkomunikasi dengan efektif. Meskipun masalah tidak terselesaikan, setidaknya setiap pihak akan tahu apa yang perlu diperbaiki dan mendapatkan kepastian untuk bisa menyembuhkan diri dan melanjutkan hidup dengan tenang.
11. Mereka Tidak Berani Memulai Terlebih Dahulu
Alasan terakhir mengapa Gen Z tidak memiliki banyak teman yang tidak ada hubungannya dengan teknologi adalah karena mereka tidak tahu cara mengambil langkah pertama. Gen Z harus memahami bahwa orang lain bukanlah pembaca pikiran. Artinya, jika mereka tidak menghubungi seseorang terlebih dahulu, mereka tidak akan pernah benar-benar tahu bagaimana perasaan orang tersebut terhadap mereka.
Jika Gen Z ingin berkumpul dengan seseorang, mereka harus mengatakannya. Jika mereka merasa terluka oleh tindakan seseorang dan itu menghambat kedekatan mereka, bicarakanlah. Tidak ada yang akan tahu perasaan seseorang sampai mereka berbicara dan mengungkapkannya.
Jadi, jika seseorang dari Gen Z merasa kesulitan dalam berteman, mulailah mengambil langkah pertama. Hubungi teman atau kirim pesan dan katakan, "Hei, mau hangout hari Sabtu depan?" Meskipun ini mungkin terasa menakutkan, Gen Z akan terkejut melihat betapa banyak orang yang sebenarnya juga ingin kembali menjalin hubungan pertemanan.
Pilihan Editor: Profil Larasati Moriska, Anggota DPD RI Termuda Mewakili Generasi Z
NAJWA AZZAHRA | YOUR TANGO
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika