Quasi Rape: Jenis Kekerasan Seksual Saat Korban Tak Sadar, Ini Penjelasan & Kasus Nyatanya - lifestyle Cantika.com

Advertisement
Advertisement
Advertisement

Quasi Rape: Jenis Kekerasan Seksual Saat Korban Tak Sadar, Ini Penjelasan & Kasus Nyatanya

foto-reporter

Reporter

google-image
Ilustrasi  kekerasan seksual. Shutterstock

Ilustrasi kekerasan seksual. Shutterstock

Advertisement

CANTIKA.COM, Jakarta - Quasi rape menjadi istilah yang semakin banyak diperbincangkan, terutama dalam kasus kekerasan seksual yang melibatkan korban dalam kondisi tidak sadar atau tidak mampu memberikan persetujuan. Dua kasus yang baru-baru ini mencuat, yakni dugaan pemerkosaan oleh oknum dokter PPDS di Bandung dan kasus yang melibatkan mantan anggota boy group NCT, Moon Taeil, menjadi contoh nyata bentuk kekerasan seksual yang masuk dalam kategori quasi rape.

Apa Itu Quasi Rape?

Secara umum, quasi rape merujuk pada tindakan pemerkosaan yang dilakukan terhadap seseorang yang tidak sadar, tidak berdaya, atau berada dalam kondisi yang menghilangkan kemampuannya untuk menolak atau memberikan persetujuan, seperti di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, atau dalam keadaan pingsan.

Di Indonesia, istilah ini belum diatur secara eksplisit dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), namun sudah tercakup dalam UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Pasal 6 huruf c UU TPKS menyebutkan bahwa kekerasan seksual terhadap orang yang tidak berdaya, baik secara fisik maupun mental, termasuk dalam tindak pidana.

Dalam hukum Korea Selatan, quasi rape juga merujuk pada tindakan hubungan seksual yang dilakukan terhadap seseorang yang tidak sadar atau tidak mampu memberikan persetujuan, seperti saat berada di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan. Jika pelaku melakukan tindakan ini bersama-sama dengan orang lain atau menggunakan kekerasan tambahan, maka dakwaan dapat ditingkatkan menjadi "special quasi-rape".

Kasus Quasi Rape oleh Dokter PPDS di Bandung

Pada akhir Maret 2025, publik dikejutkan oleh kasus dugaan pemerkosaan yang terjadi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi dari Universitas Padjadjaran (Unpad), bernama Priguna Anugerah Pratama (31), diduga melakukan pemerkosaan terhadap FH (21), yang saat itu sedang menjaga ayahnya yang tengah dirawat.

FH diajak oleh pelaku ke ruang perawatan dengan dalih untuk pengambilan darah. Namun di ruangan tersebut, FH disuntik hingga tidak sadarkan diri. Setelah sadar, FH merasa ada kejanggalan pada tubuhnya dan melaporkan kejadian tersebut kepada keluarganya. Hasil visum dan penyelidikan menguatkan dugaan pemerkosaan.

Pelaku kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh pihak kepolisian sejak 28 Maret 2025. Kasus ini memicu sorotan tajam terhadap lingkungan pelayanan kesehatan yang seharusnya menjadi ruang aman, terutama bagi perempuan.

Kasus Moon Taeil di Korea Selatan

Di level internasional, kasus serupa menyeret nama Moon Taeil, mantan anggota boy group populer NCT. Pada Juni 2024, Taeil dan dua temannya diduga melakukan pemerkosaan terhadap seorang wanita yang sedang mabuk berat. Korban berada dalam kondisi tidak sadar dan tidak mampu memberikan persetujuan ketika dugaan kekerasaan seksual tersebut terjadi.

Setelah laporan kepolisian diajukan, SM Entertainment memutuskan untuk mengeluarkan Taeil dari grup dan menghentikan seluruh aktivitasnya di dunia hiburan. Pada Februari 2025, kejaksaan Korea Selatan menetapkan Taeil sebagai terdakwa, meski belum dilakukan penahanan.

Sidang pertama kasus Taeil akan dilaksanakan pada 12 Mei 2025, buntut dari perilaku kekerasan seksual yang dilakukannya kepada seorang perempuan dalam keadaan tidak sadar. Dalam hukum Korea Selatan, kekerasan yang dilakukannya masuk ke dalam kategori quasi rape.

Kasus ini menyoroti bagaimana industri hiburan pun tidak kebal dari kasus kekerasan seksual dan pentingnya akuntabilitas terhadap pelaku.

Quasi Rape, Bahaya yang Sering Tak Terlihat

Quasi rape sering kali sulit dibuktikan karena korban berada dalam kondisi tidak sadar saat kejadian berlangsung. Dalam banyak kasus, korban bahkan meragukan diri sendiri karena minimnya bukti langsung dan stigma yang masih kuat terhadap pelapor kekerasan seksual.

Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa persetujuan harus diberikan secara sadar dan aktif. Jika seseorang tidak bisa memberikan persetujuan karena tertidur, mabuk, atau tidak sadar, maka hubungan seksual dalam kondisi tersebut merupakan bentuk kekerasan.

Dua kasus besar ini, baik di Indonesia maupun Korea Selatan, menjadi pengingat bahwa kekerasan seksual bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, bahkan di tempat yang dianggap paling aman. Memahami konsep quasi rape dan memastikan hukum berpihak pada korban adalah langkah penting dalam menciptakan ruang aman bagi semua.

Catatan Redaksi:

Cantika berkomitmen menyajikan pemberitaan yang adil, berpihak pada korban, dan mengedepankan perspektif korban kekerasan seksual. Kami menggunakan istilah quasi rape untuk memperluas pemahaman publik mengenai bentuk-bentuk kekerasan seksual yang kerap luput dikenali atau dianggap sebagai area “abu-abu” secara sosial. Seluruh informasi dalam artikel ini disusun berdasarkan data publik dari aparat penegak hukum, media kredibel, serta pernyataan resmi lembaga terkait. 

Jika kamu atau seseorang yang kamu kenal mengalami kekerasan seksual, jangan ragu untuk melapor dan mencari bantuan. Kamu bisa menghubungi:

  • Layanan SAPA 129 Kementerian PPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak):
    Hotline: 129 atau WhatsApp: 08111-129-129

  • LBH APIK Jakarta: WhatsApp 0813-8882-2669

  • Komnas Perempuan: Email [email protected]

  • Atau mendatangi kantor polisi terdekat dan meminta pendampingan dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA)

Kamu tidak sendiri. Bantuan tersedia dan hak kamu untuk mendapatkannya.

Pilihan Editor: Rape Culture Jadi Alasan Pemakluman Terhadap Pelaku Kekerasan Seksual

KLRI | SCOURT | KUHP | UU TPKS

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Advertisement

Recommended Article

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."
Advertisement