4 Ciri Anak yang Terabaikan dan Ditelantarkan - Keluarga Cantika.com

Advertisement
Advertisement
Advertisement

4 Ciri Anak yang Terabaikan dan Ditelantarkan

foto-reporter

Reporter

google-image
Ilustrasi pencabulan anak. shutterstock.com

Ilustrasi pencabulan anak. shutterstock.com

Advertisement

TEMPO.CO, Jakarta - Anak memiliki karakter masing-masing. Ada yang suka bermain dengan teman-teman sebaya, ada pula yang suka menyendiri. Sebagian besar orang menganggap tak ada masalah jika anak pemalu atau pendiam. Tapi pada beberapa kasus, anak yang pendiam dan suka menyendiri mungkin memiliki persoalan secara psikis.

Baca juga:
Kiat Bangun Komunikasi dengan Anak Saat Mulai Remaja
Arini Subianto Jawab Anggapan Jadi Anak Orang Kaya Itu Enak

Psikolog Alison Block yang juga Direktur Pusat Kesehatan Psikologi di Oceanport, New Jersey, Amerika Serikat mengingatkan agar orang tua tidak mengabaikan empat ciri anak yang diduga mengalami pengabaian dan penelantaran. Berikut ini tanda-tandanya:

1. Tidak berani mengajukan ide atau pendapat

Dalam situasi sederhana, misalnya memilih tempat makan, anak yang merasa diabaikan atau ditelantarkan akan memilih diam dan mengikuti pendapat orang lain untuk menghindari konflik.

2. Marah tapi dipendam

Perasaan marah atau terluka yang berlebih ketika orang lain gagal memenuhi janji, meski dengan alasan yang jelas. Bagi anak yang bermasalah dan sensitif dengan pengabaian, tidak terpenuhinya rencana membuat mereka malu, sedih, dan merasa tak berarti.

3. Lebih nyaman sendiri


Kesendirian menjadi lebih baik ketimbang ditemani. Sebab itu anak yang mengalami pengabaian memilih berjarak dengan orang lain. Sebab bagi mereka, bergantung kepada orang lain secara emosional akan terasa menakutkan.

4. Tak peduli

Cenderung mengecilkan pentingnya keberadaan orang lain. Sering berpura-pura tidak mempedulikan orang lain karena ada rasa cemas ketika orang lain itu tidak peduli padanya.

Pulihkan anak yang merasa terabaikan dan terlantar karena persepsi ini akan terbawa hingga dewasa. Sebaiknya jangan menutup diri atau menyangkal masalah pengabaian yang Anda atau orang dekat alami. Cara terbaik untuk menyembuhkan luka adalah mengetahui penyebab luka itu.

Ketika Anda mengetahui apa dan siapa saja yang mengganggu pikiran, akan lebih mudah mengontrol ketakutan dan trauma, terlebih jika sudah berlapang dada. Jangan ragu berkonsultasi dengan psikolog untuk membantu menyembuhkan problem psikis.

AURA

Advertisement

Recommended Article

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."
Advertisement